Sentra kerajinan gerabah “Kasongan” terletak di Desa Bangunjiwo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, Provinsi Yogyakarta. Jarak antara Kasongan dan Kota Yogya hanya 8 kilometer (15-20 menit waktu tempuh menggunakan mobil).
Kerajinan gerabah telah ditekuni oleh warga Kasongan sejak tahun 1675. Kerajinan gerabah dipilih karena sawah di Kasongan banyak mengandung tanah liat atau biasa disebut lempung. Awalnya, sebagian besar warga berprofesi sebagai petani. Mereka menyadari sawahnya mengandung lempung saat mereka membersihkan sisa-sisa tanah yang menempel dikaki seusai bertani. Saat dikepal-kepal, ternyata tanah ini mudah dibentuk dan tak mudah retak. Lempung kemudian dipakai untuk membuat bermacam peralatan dapur, seperti coet atau cobek, mangkuk, anglo dan tungku. Selain itu, dahulu lempung juga digunakan anak-anak untuk bermain.
Secara turun temurun, keahlian membuat gerabah diajarkan oleh generasi pendiri pada generasi penerus.
Sekitar tahun 1875, selain untuk peralatan dapur, kerajinan gerabah berkembang fungsinya menjadi hiasan rumah dalam berbagai bentuk, seperti guci dan vas bunga, tiruan buah-buahan juga tiruan aneka kepala binatang. Hingga saat ini, kerajinan gerabah kasongan terus berkembang bentuknya. Ada meja-kursi, hiasan genteng, dan lain-lain.
Teknik yang digunakan dalam membuat gerabah antara lain teknik putar dan cetak. Produk gerabah yang memakai teknik putar seperti anglo, tungku, guci, vas, dan lain-lain. Sedangkan produk gerabah yang dicetak yaitu aneka bentuk patung.
Umumnya, para wanita di Kasongan bertugas membentuk tanah liat menjadi produk mentah. Sedangkan, para lelaki bertugas menjemur, membakar hingga finishing.
Pada tahun 1971, seorang seniman Yogya, Sapto Hudoyo, membina pengrajin gerabah dalam mengkreasikan gerabah menjadi kerajinan yang bernilai seni. Pembinaan ini membuahkan kreasi gerabah yang unik dan tidak monoton seperti sebelumnya. Nilai jualnya juga menjadi lebih tinggi.
Jumlah pengrajin yang semula hanya 4 orang, kini berkembang menjadi ribuan orang. Pertambahan jumlah pengrajin pun semakin meningkat sejak dibangunnya jalan dan jembatan oleh pemerintah, sekitar tahun 1970. Pengrajin gerabah jadi lebih mudah memasarkan produknya, pembeli pun mulai datang langsung ke Kasongan.
Seiring banyaknya pembeli yang datang, show room kerajinan pun banyak bermunculan. Tak hanya gerabah, kerajinan lain seperti patung, tas, anyaman bambu, dan rangkaian bunga kering, yang berasal dari bantul bahkan klaten, terpajang di toko-toko di sepanjang jalan Kasongan.
Saat ini, ada sekitar 50 orang pengepul (pengusaha) gerabah kelas menengah, dengan sistem kerja borongan. Tiap pengepul rata-rata mempekerjakan 6-15 orang pengrajin. Selain itu, ada pula 4 orang pengusaha besar, yang mempekerjakan 50-100 pengrajin.
Pengrajin sisanya membuka usaha masing-masing (perorangan), tanpa mempekerjakan tenaga lain dan hanya memproduksi gerabah dalam skala kecil. Selain menyerap pengrajin di Kasongan dan desa sekitarnya, usaha kerajinan gerabah ini pun menyedot pengrajin dari luar kota, seperti Brebes.
Tiap tahunnya (dari tahun 2008-sekarang), 40 kontainer gerabah kasongan di kirim ke luar negeri, antara lain Malaysia, Singapura, Amerika, Jepang, Korea, Belanda, dan negara-negara Eropa lainnya. Sekitar tahun 1990an, permintaan ekspor gerabah pernah mencapai 2x lipat dari sekarang. Namun pesanan mulai menurun pada tahun 1997 akibat krisis moneter, dan sempat lumpuh total saat gempa bumi di tahun 2006.
0 komentar:
Posting Komentar